6 Tersangka Kerusuhan DPR Termasuk Direktur Lokataru, Terlibat hasutan hingga Tutorial Bikin Molotov

Read Time:4 Minute, 29 Second

Polda Metro Jaya menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan massa hingga memicu kerusuhan di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Salah satu tersangka adalah Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, keenam tersangka diduga menyebarkan flyer digital berisi ajakan rusuh dengan caption “Polisi butut, jangan takut.”

“Tujuan isi flyer dan caption yang berupa hasutan kepada pelajar yang merupakan anak untuk jangan takut aksi dan mengajak melawan bersama, yang berujung pada terjadinya kerusuhan yang mengancam jiwa dan keselamatan anak,” ujar Ade Ary, Selasa (2/9/2025).

Lebih lanjut, Ade Ary mengungkapkan adanya ajakan lain berupa tutorial pembuatan bom molotov hingga iming-iming uang kepada masyarakat yang mau ikut aksi.

“Jadi ada juga beberapa pihak yang masih dilakukan pendalaman terkait memberikan iming-iming imbalan uang dengan rentang nominal Rp62.500 hingga Rp200 ribu bagi anak-anak dan dewasa yang mau hadir melakukan aksi,” ucapnya.

Rentetan Kerusuhan

Kericuhan pertama terjadi ketika ratusan pelajar tiba-tiba mendatangi DPR tanpa pemberitahuan. Polisi mengamankan 337 orang, terdiri dari 202 pelajar, 26 mahasiswa, dan sisanya warga umum. Setelah didata dan dikonseling, mereka dipulangkan sehari kemudian.

“Aksi yang berujung ricuh sama sekali tidak diawali dari proses penyampaian pendapat. Jadi datang langsung ricuh. Polda Metro Jaya telah melakukan upaya pengamanan 337 orang,” ujar Ade Ary.

Namun ajakan di media sosial terus berlanjut. Pada 28 Agustus, kerusuhan kembali pecah. Polisi mengamankan 794 orang, mayoritas pelajar dari berbagai daerah, mulai dari Cirebon, Indramayu, Purwakarta, Cianjur, hingga Serang.

“Saat itu kami menyampaikan di lapangan secara bertahap, jam 08.30 ada 100 sekian yang sudah diamankan. Rekan-rekan bisa membayangkan dampak dari ajakan hasutan dari akun-akun yang digunakan para tersangka,” jelasnya.

Kerusuhan berlanjut pada 29 Agustus, polisi mengamankan 11 orang. Disusul tanggal 30–31 Agustus, ketika 205 orang dibekuk dan 25 di antaranya ditetapkan tersangka pengrusakan fasilitas umum.

“Tadi siang sudah kami jelaskan ada 38 tersangka yang sudah ditahan penyidik terkait peristiwa anarkis, pengrusakan fasilitas umum hingga kantor-kantor kepolisian, serta tindak pidana melawan petugas,” kata Ade Ary.

Barang Bukti dan Jerat Hukum

Dari kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain flashdisk berisi ajakan rusuh, pisau karambit, lima anak panah, rekaman CCTV, hasil visum, serta video tutorial pembuatan molotov.

Atas perbuatannya, keenam tersangka dijerat dengan Pasal 160 KUHP, dan/atau Pasal 87 jo Pasal 76H jo Pasal 15 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 45A ayat 3 jo Pasal 28 ayat 3 UU ITE.

“Jadi penyidik fokus pada objek perkara dan masih dikembangkan berupa hasutan dalam flyer yang berisi ajakan kepada pelajar untuk terlibat dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan atau aksi anarkis yang disebarluaskan melalui akun media sosial,” ujar Ade Ary.

Delpedro Dapat Intimidasi Saat Penangkapan

Haris menceritakan, pada saat Delpedro akan dijemput terjadi perdebatan terkait administrasi penangkapan dan pasal-pasal yang dituduhkan. Namun pihak kepolisian tetap menyarankan Delpedro untuk mengganti pakaian, dengan janji penjelasan terkait surat penangkapan dan pasal yang dituduhkan akan diberikan di kantor Polda Metro Jaya dengan didampingi Kuasa Hukum.

“Saat Delpedro Marhaen mengganti pakaian di ruang kerjanya, ia diikuti oleh kurang lebih 3 anggota kepolisian dengan intonasi yang mengarah pada intimidasi. Bahkan sebelum penetapan status tersangka dan penjelasan pasal, hak konstitusional dan hak asasi manusia (HAM) Delpedro Marhaen dibatasi, termasuk larangan menggunakan telepon untuk menghubungi pihak manapun dan perintah langsung menuju kantor Polda Metro Jaya,” catat Haris.

Haris mewanti, tindakan intimidasi, pembatasan hak konstitusional, dan pengabaian prinsip-prinsip HAM terlihat nyata, termasuk larangan komunikasi dengan kuasa atau penasehat hukum, dan tidak adanya kesempatan untuk memberi informasi kepada keluarga, yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran prosedur hukum dan hak asasi.

“Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan kantor Lokataru Foundation tanpa disertai surat perintah penggeledahan sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku. Petugas memasuki lantai 2 kantor secara tidak sopan dan melakukan penggeledahan, serta merusak/menonaktifkan CCTV kantor, yang berpotensi menghilangkan bukti dan menimbulkan kerugian hukum,” ungkap Haris.

Alasan Polisi Tangkap Delpedro

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi memastikan penangkapan dilakukan sudah sesuai prosedur.

“Jadi benar Polda Metro Jaya dalam hal ini penyidik dari Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan terhadap saudara DMR atas dugaan melakukan ajakan, hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar termasuk anak,” kata Ade Ary di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).

Menurutnya, Delpedro diduga menyebar informasi bohong yang menimbulkan keresahan, serta merekrut anak-anak untuk ikut aksi anarkis. Penyelidikan hal tersebut telah dilakukan sejak 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Gelora Tanah Abang, dan sejumlah titik di Jakarta.

“Di proses pendalaman, proses penyelidikan, proses pengumpulan fakta, bukti sudah dilakukan oleh tim gabungan penyelidik Polda Metro Jaya sudah mulai dilakukan sejak tanggal 25 Agustus,” katanya.

Status Delpedro Tersangka Saat Ditangkap

Polisi juga memastikan, Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen telah menyandang status tersangka saat dilakukan penangkapan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

“Seseorang yang ditangkap oleh penyidik tentunya sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka,” kata dia di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).

Dalam kasus ini, Polisi menjeratnya dengan pasal Pasal 160 KUHP, Pasal 45A ayat 3 junto Pasal 28 ayat 3 UU ITE, dan Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.

“Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan pidana dan atau menyebarkan informasi elektronik yang diketahuinya membuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan dan keresahan di masyarakat dan atau merekrut dan memperalat anak dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa,” ujar dia.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Klub MLS LAFC Umumkan Adrian Wibowo Dipanggil Timnas Indonesia
Next post Astrid Kuya Ikhlas Harta Dijarah, Tapi Minta Kucing Peliharaannya Dikembalikan